ILMU BUDAYA DASAR


A.   Hakekat Hidup Manusia

Allah Tuhan Pecipta Manusia tidak akan membiarkan begitu saja hasil ciptaannya terombang-ambing diatas bumi tanpa petunjuk. Untuk itu Dia memberikan panduan agar manusia dapat mejalani hidup sesuai tujuan penciptaannya.Allah, Tuhan yang Maha berkuasa, Dia memiliki tujuan dalam penciptaan Manusia, tujuan itu terangkum dalam firmannya. Dalam sebuah firman Allah  QS. Al-Mu’minun 115-116 diterangkan :

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha TInggi Allah, Raja yang sebenarnya, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan Yang mempunyai Arsy Yang mulia”

1.     Tujuan manusia untuk beribadah
Sudah dapat dipastikan dalam kehidupan manusia diwajibkan untuk beribadah, tetapi ternyata objek ibadahnya bermacam-macam. Secara garis besar dalam melakukan ibadah manusia terbagi menjadi dua yaitu ibadah kepada Allah dan ibadah kepada sesama manusia. Tujuan ini sangat berhubungan dengan hakikat manusia sebagai makhluk ber-Tuhan, makhluk individu dan makhluk social.

2.     Tujuan manusia sebagai khalifah
Sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan awal penciptaan manusia adalah untuk mengemban tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi. Khalifah diartikan “menggantinkan-Ku dalam melaksanakan hukum-Ku di atas bumi, sedangkan dalam tafsir wal Bayan diartikan “khalifah adalah wakil Allah SWT dalam melaksanakan hukum-hukum dan kehendak-kehendak-Nya dalam hal memakmurkan dan mengelola bumi ini. Tugas utama Khalifah antara lain: Menegaskan hukum-hukum di muka bumi (QS. Shad: 26)
Dengan keunggulan ilmu dan kekuatan fisik maka seseorang khalifah wajib
memiliki nilai positif atas dirinya.

3.     Tujuan untuk menjalani ujian
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menjalani ujian sehingga Allah dapat mengetahui siapa yang terbaik amalannya. Sehingga sangat jelas bahwa manusia tergantung dari amalannya. (QS At-Taubah : 105) . Adapaun sesuai dengan subyek dan obyeknya amal manusia terbagi menjadi dua yaitu amal yang berhubungan dengan Allah (Hablumminallah) dan amal yang berhubungan dengan manusia dan sekitarnya (hablum minannas). Amal yang langsung berhubungan dengan Allah dapat disebut dengan amal ibadah  dan amal yang berhubungan dengan manusia disebut amal shaleh.[54]


B.   Manusia Menghasilkan Karya

Apabila dikaji dari akar katanya maka BUDHAYAH yang merupakan bentuk jamak BUDHI diartikan sebagai akal. Oleh sebab itu maka secara harfiah, KEBUDAYAAN akan selalu berhubungan dengan AKAL. Selain itu, kata BUDAYA juga adalah kata yang terbentuk dari BUDI dan DAYA sehingga ia akan selalu dikaitkan dengan cipta, rasa juga karsa. 

KEBUDAYAAN sendiri merupakan HASIL dari Budaya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan serta penciptaan batin manusia yang menyangkut kesenan, adat istiadat dan juga kepercayaan. Batin dalam hal ini berkaitan dengan AKAL dan BUDI.

Kesimpulannya diatas adalah :
  • Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
  • Kebudayaan merupakan segala sesuatu yang berkaitan pada akal atau perilaku manusia dan pola pikir serta karya fisik untuk sekelompok manusia.


C.   Persepsi Manusia Masalah Waktu
Persepsi waktu juga membuat otak membuat rangkaian kelompok waktu masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Otak pun membuat fungsi-fungsi terkait pengelompokan ini. Kenangan masa lalu, untuk disyukuri atau disesali. Kesenangan atau pelarian untuk masa kini. Pengharapan atau kekhawatiran untuk masa depan. Toh, semuanya ada di dalam gerakan sinapsis-sinapsis neuron otak yang diproyeksikan di dalam layar pertunjukan di kepala seseorang saja.

Karena waktu yang dialami manusia adalah waktu psikologis saja, dengan kata lain merupakan hasil dari fungsi-fungsi otak, maka pada beberapa meditator tertentu dimana batin senyap 'tidak ada pikiran', bisa mengalami pengalaman meditatif timelessness, di luar waktu. Timelessness berbeda dengan immortality atau manusia abadi, yang mana badannya abadi namun otaknya tetap bekerja dengan persepsi waktu.

Memori atau ingatan manusia sifatnya tidak sama seperti hard disk dalam terminologi komputer. Penelitian sains menunjukkan bahwa otak manusia ‘memilih’ memori atas pengalaman; ada yang sangat jelas bisa diingat, ada yang samar-samar, ada yang terlupakan sama sekali. Salah satu penelitian menunjukkan kebanyakan orang mengingat dengan baik masa-masa sekolah dan cenderung tidak mengingat dengan baik masa-masa setelah dewasa. Tingkat kesegaran memori ini membuat orang merasa hidup di masa remaja ‘lebih panjang’ daripada umur di masa dewasa. Pengalaman yang dialami dengan sepenuh hati dan antusiasme, entah itu pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan, akan terekam dengan lebih baik daripada yang dialami dengan separuh hati.

Umur, adalah ukuran waktu yang dilalui sesuatu atau seseorang. Banyak orang bercita-cita berumur panjang. Alasannya supaya bisa menikmati hidup lebih lama, mengakumulasi pengalaman dan kesenangan yang lebih.


D.   Pandangan Terhadap Alam
Semakin kritisnya kondisi lingkungan hidup menimbulkan keprihatinan banyak pihak, tak hanya para ilmuwan dan pemerhati lingkungan saja, para filsuf dan agamawan pun ikut memikirkannya. Pembahasan mengerucut pada akar masalah kerusakan lingkungan yaitu manusia sebagai pelaku utama dalam lingkungan hidup.
Usaha manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di satu sisi membawa manusia pada suatu era yang disebut modern, hidup manusia kian mudah, potensi yang ada di alam dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di sisi yang lain, kemampuan manusia mengolah alam menempatkan dirinya sebagai pusat alam semesta (Antroposentris).

Pandangan manusia terhadap alam berubah. Setelah kemampuan manusia berkembang dan berhasil menemukan karakter dan hukum-hukum alam, manusia menemukan egonya. Dirinyalah penguasa alam.

Segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah miliknya dan digunakan sepenuhnya untuk menunjang hidupnya. Sayangnya, yang muncul kemudian bukanlah kearifan memanfaatkan alam, tapi keserakahan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Sebenarnya, setiap saat manusia selalu memikirkan cara untuk melestarikan alam. Namun usaha tersebut bukanlah berdasarkan Etika Deontologi. Bagi mereka usaha melestarikan alam itu hanya dianggap sebagai tindakan yang indah karena bisa menimbulkan kesenangan, adapula yang menganggap melestarikan alam hanya sebagai suatu formalitas yang dapat memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri, tanpa ada rasa keharusan untuk melaksanakan. Pandangan Antroposentrisme membawan lingkungan pada kondisi yang buruk (pemanasan global, perubahan iklim, dan berbagai macam bencana alam). Dampak kerusakan lingkungan itu akhirnya membawa manusia pada suatu kesadaran bahwa hidup manusia tak akan lestari tanpa ada usaha melestarikan alam. Oleh sebab itu, perlu ada dasar pemikiran yang harus di miliki manusia, yaitu :
·       manusia harus memandang alam sebagai bagian dari dirinya sehingga usaha memelihara alam berarti juga memelihara dirinya.
·       Manusia menyadari bahwa alam memunyai hak untuk ada dan lestari. Manusia tak memiliki wewenang sedikit pun untuk merusaknya.
·       karena dua hal tersebut maka seberapa pun besarnya kebutuhan manusia untuk memanfaatkan alam, manusia harus bijak mengolahnya. Mengambil manfaat dari alam sekaligus mengupayakan kelestariannya.


E.    Hubungan Manusia Dengan Manusia
Pada dasarnya etika terhadap manusia itu mencakup perkataan dan perbuatan. Ketergantungan manusia dengan manusia lain itu adalah sebuah keniscayaan, karena sadar atau tidak manusia tidak akan pernah mampu hidup sendiri tanpa bantuan manusia lain. Sebagaimana tergambar dari proses penciptaan Adam as. yang merasakan kesendirian tanpa manusia lain, sehingga Tuhan dengan Kehendaknya menciptakan Hawa sebagai pendamping dan juga sebagai perwujudan Adam sebagai makhluk sosial.

Selain itu, manusia diciptakan dari berbagai karakteristik, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal satu sama lain. Tergambar dalam Q.S al-Hujurat:13.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetetahui lagi Maha Mengenal.”

Pada ayat di atas dikemukakan bahwa setiap manusia harus saling mengenal satu sama lain, sebagai makhluk sosial. Akan tetapi, perlu disadari dalam mewujudkan kehidupan sosial yang tenteram rasanya akan sangat sulit jika dalam berhubungan dengan yang lain perbuatan dan perkataan tidak mampu untuk dijaga. Maka dalam firman Allah yang lain Q.S Hujurat :10-12, mengisyaratkan mengenai menjaga hubungan sebagai makhluk moral.

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Komentar